GMBI atau Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia adalah salah satu lembaga swadaya masyarakat atau Ormas di Jawa Barat yang merupakan binaan Polda Jabar. GMBI mempunyai motto “NKRI adalah Harga Mati”. GMBI berdiri tahun 2003 dan eksistensi GMBI di Jawa Barat sudah terbilang sukses dalam membantu menegakkan pertahanan dan keamanan. GMBI serang FPI - Massa FPI yang sudah membubarkan diri usai pemeriksaan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab di Mapolda Jawa Barat, Kamis (12/1/2017), tiba-tiba diserang oleh massa dari GMBI (Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia). Salah satu mobil yang membawa rombongan FPI diserang hingga hancur. Beberapa anggota FPI babak belur dipukuli. Sontak umat Islam kaget atas penyerangan brutal ini. Mereka juga bertanya-tanya GMBI itu LSM/Ormas apa?
GMBI pernah terlibat bentrokan dengan ormas Pemuda Pancasila (PP) di Jalan Pilar, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada 2014. Diduga bentrokan tersebut dipicu perebutan limbah, seperti dikutip laman liputan6. Bentrokan terjadi pasca GMBI melakukan aksi demo di PT Morin yang terletak di kawasan MM 2100, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi. Di tengah perjalanan, tepatnya di Jalan Raya pilar, Cikarang, ormas PP sudah membuat blokade menghadang GMBI. Bentrokan kelompok massa yang sudah berseteru sejak lama ini pun tak terelakkan. Akibat bentrokan ini, sejumlah orang dilaporkan mengalami luka-luka. Selain itu, sedikitnya 3 unit kendaraan roda 4 juga menjadi sasaran amuk massa tersebut.
GMBI melakukan aksi di depan kantor DPRD Kabupaten Pangandaran Parigi, Jawa Barat, pada Agustus lalu. Aksi mereka untuk mempertanyakan proses lelang proyek sarana dan prasarana PON XIX di Desa Legokjawa Kecamatan Cimerak Kabupaten Pangandaran, yang dinilai penuh dengan permainan dan hanya menguntungkan sebagian pihak. Awalnya, dikutip laman poskotanews, aksi berlangsung damai. Namun, beberapa saat kemudian terjadi kericuhan berupa aksi saling lempar batu dan botol minumam massa GMBI dengan LSM mengatasnamakan Bela Pangandaran. Kabid Humas Polda Jabar Kombes Yusri Yunus, menjelaskan bahwa bentrok terjadi usai dilakukan pertemuan antara perwakilan dari kedua LSM dengan Bupati Pangandaran dan Ketua DPRD setempat. Ketika lima perwakilan keluar, tiba-tiba massa kedua kubu bentrok dan terjadi aksi saling pukul. Akibat bentrokan, 4 unit mobil hancur, belasan orang luka, dan 4 unit mobil lainya milik pentolan ketua dari kedua ormas disita polisi. Polisi berhasil mengamankan puluhan orang yang diduga kuat provokator bentrokan.
Kisruh antara GMBI dengan beberapa ormas dan LSM di Ciamis, Jawa Barat, dipicu oleh perilaku oknum SM dan kawan-kawannya. SM adalah salah seorang anggota GMBI Ciamis pada divisi investigasi, dilansir laman harapanrakyatonline. Di lapangan, SM selalu menakut-nakuti korbannya sambil mengancam akan diadukan ke kepolisian setempat. Kebanyakan korban adalah aparatur pemerintahan, pengurus LPM, dan panitia kegiatan di desa. Selain lingkup pemerintahan desa, beberapa diantaranya juga teridentifikasi para pengusaha kecil di bidang pupuk. Modus yang dilakukan SM adalah mengkritisi program-program, seperti Rutilahu (Rumah Tinggal Layak Huni) atau distribusi dan penjualan pupuk bersubsidi. Misalnya, pada KW, salah seorang penjual pupuk di Cijeungjing. Menurut pengakuan KW, awalnya SM dan kawan-kawan menanyakan izin usaha penjualan pupuk. Karena KW tidak bisa menunjukkan kepemilikan izin, SM kemudian meminta uang Rp2 juta, dengan dalih agar tidak dilaporkan pada pihak kepolisian. KW meminta nilai uangnya diturunkan, dan akhirnya disepakati “uang pengaman” jadi Rp1,5 juta.
Kisah yang kurang lebih sama diduga juga terjadi di puluhan titik di Ciamis. Misalnya di Cimaragas, SM dan kawan-kawan meminta uang Rp2,5 juta kepada panitia pelaksana program Rutilahu. Sebelumnya, bahkan SM meminta Rp3,5 juta kepada kepala desa. Setidaknya ada 22 titik di Kabupaten Ciamis yang mengalami kasus yang kurang lebih sama. Namun sebagian kecil di antaranya ada juga yang tidak jadi memberikan uang karena memberikan perlawanan, seperti salah satu desa di Kecamatan Cikoneng Ciamis. Selain lingkungan pemerintahan desa dan penjual pupuk, ada juga pengakuan dari pelaksana proyek dan pelaku tindak asusila. Bahkan, SM dan kawan-kawan juga pernah beraksi di salah satu pesantren di Banjarsari. Aksi pemerasan SM dan kawan-kawan ini berujung pada pengeroyokan kepada oknum tersebut. Pengeroyokan dilakukan oleh beberapa anggota dari enam ormas di Ciamis, Jawa Barat, pada 2015 lalu.
Pada 2015, Kang Emil, demikian sapaannya, mengatakan, ada pihak yang mau menghancurkan dirinya dan keluarganya lewat laporan kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mengenai dugaan korupsi dana senilai Rp 1,3 miliar terkait Bandung Creative City Forum (BCCF). “Intinya ada yang mau menjatuhkan, menghancurkan nama baik saya,” ujarnya di Bandung (21/9). Seperti diketahui, Emil dipanggil untuk menjalani pemeriksaan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat setelah sebelumnya ada pihak yang melaporkan dirinya ke kejaksaan. “Mereka itu hanya ingin saya itu diperiksa. Kalau saya diperiksa, jadilah berita, jadi bola liar untuk ditunggangi oleh mereka-mereka yang melaporkan,” kata dia.
Dalam proses pemeriksaan, kata Emil, kejaksaan pun tidak mencium adanya indikasi korupsi atas hal yang dituduhkan pihak pelapor. “Siapa yang melaporkan? Yang melaporkan itu LSM (lembaga swadaya masyarakat), yang hobinya demo-demo gitu,” kata Emil. Saat ditanya nama LSM yang melaporkannya, Emil menjawab singkat, “GMBI.” Sejauh ini GMBI merupakan singkatan dari Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia. Emil menilai, GMBI tidak kredibel dalam melakukan pelaporan terkait tudingan kepadanya. Selanjutnya GMBI pernah terlibat bentrok dengan ormas Gabungan Inisiatif Barisan Anak Siliwangi (GIBAS) pada September 2016 lalu. Bentrok terjadi diduga karena perebutan lahan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berlokasi di STT Telkom. - Berbagai Sumber