Semboyan Tabah Sampai Akhir harus dimiliki setiap personel Korps Kapal Selam Indonesia, sebab orang yang tabah; Tidak akan takut karena berani, Tidak akan menyerah karena ulet, Tidak akan terburu-buru karena sabar, Tidak akan kehilangan karena tenang, Tidak akan mundur karena teguh. Moto itu diambil dari bagian pidato Presiden Soekarno di atas kapal selam RI Tjandrasa pada 6 Oktober 1966 di dermaga Tanjung Priok, Jakarta. “Sekali menyelam, maju terus – tiada jalan untuk timbul sebelum menang. Tabah Sampai Akhir “
Pengoperasian kapal selam merupakan keputusan yang jitu, sebab Indonesia merupakan negara maritim. Untuk itu sejak Agustus 1958 Indonesia mengirim 110 personelnya ke Eropa Timur, berangkat dari Surabaya dengan kapal laut Heinrich Jensen berbendera Denmark. Sesampainya di Reijeka (Yugoslavia), tombongan meneruskan perjalanan dengan kereta api ke Polandia lewat Ceko dan Hongaria secara nonstop. Selama 9 bulan mereka dilatih oleh personel Rusia agar menjadi awak kapal selam yang andal di Gdanks, sedang praktik berlayar dilakukan di Laut Baltik. Selesai pendidikan mereka diangkut dengan kereta api Trans Siberia selama 9 hari menuju Vladivostok. Di sinilah dua kapal selam kelas Whiskey menunggu untuk dilayarkan ke Indonesia lewat Samudera Pasifik. Dalam pengiriman ke Indonesia, kedua kapal selam tetap berbendera Rusia, meskipun sebagian besar ABK adalah orang Indonesia.
Pada 7 September 1959 sore, dua kapal selam yang memiliki panjang 76 meter bersenjata 12 torpedo merapat di dermaga Surabaya. Setelah berlatih lagi selama satu minggu di bawah instruktur Rusia, kedua KS resmi masuk jajaran kekuatan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) pada 12 September 1959. Kedua kapal selam itu diberi nama RI Tjakra/S-01 dan RI Nanggala/S-02. Sejak saat itu Indonesia mempunyai kapal selam yang mengenapkan kemampuan angkatan laut, yaitu mampu beroperasi di atas air, bawah air, darat, dan udara, sesuai dengan konsepsi angkatan laut masa depan. Bukan hanya dua kapal selam, selanjutnya Indonesia memesan sebanyak 10 kapal selam baru dari kelas yang sama dari Rusia.
Pada gelombang berikutnya, para ABK berlatih di Vladivostok, pangkalan kapal selam terbesar milik Rusia di Pasifik. Gelombang kedua sebanyak 4 kapal selam datang pada Desember 1961 dan diberi nama RI Nagabanda, RI Trisula, RI Nagarangsang, dan RI Tjandrasa. Sejalan dengan kampanye Trikora, satu tahun setelah itu tepatnya pada Desember 1962 datang lagi enam kapal selam baru yang dipersenjatai torpedo jenis SEAT-50. Torpedo fire and forget ini merupakan torpedo terbaik pada zamannya dan hanya Rusia serta Indonesia yang memiliki torpedo jenis ini. Keenam kapal selam tersebut diberi nama RI Widjajadanu, RI Hendradjala, RI Bramasta, RI Pasopati, RI Tjundamani, dan RI Alugoro. Semua nama itu mengambil nama senjata dari dunia pewayangan.
TNI AL memang memiliki filosofi tersendiri dalam penamaan satuan tempurnya. Khusus untuk satuan kapal selam, sistem penamaannya diambil dari nama-nama senjata para kesatria tokoh pewayangan. Tentunya maksud penamaan ini sesuai dengan fungsi kapal selam sebagai senjata andalan yang dahsyat untuk memukul kekuatan lawan. Untuk kapal selam pertama RI Tjakra (Cakra)/S-01, namanya diambil dari senjata milik Prabu Kresna. Cakra adalah senjata berbentuk panah bermata roda tajam dan berputar. Sedangkan Nanggala adalah senjata Prabu Baladewa, kakak kandung Prabu Kresna, yang berbentuk panah dengan kedua ujungnya berupa mata panah.
Begitu juga dengan nama Nagabanda diambil dari senjata pusaka Raden Setyaki, sepupu Kresna dan Pandawa. Seperti namanya, panah Nagabanda memiliki bentuk kepala naga. Begitu juga dengan nama kapal selam Pasopati diambil dari senjata andalan Arjuna. Panah Pasopati memiliki bentuk seperti bulan sabit dan dikisahkan tidak pernah ada sasaran yang lolos dari maut yang ditebar panah penengah pandawa ini. Panah Pasopati diberikan oleh batara guru, digunakan Arjuna untuk membunuh lawan-lawan tangguh, seperti raksasa Niwatacaraka, Jayadarta, dan Adipati Karna.
Untuk pemberian nomor lambung, satuan kapal selam diawali dengan angka 4. Pada dasarnya, nomor lambung kapal dibagi berdasarkan satuan kapal tersebut bernaung. Secara keseluruhan ada tujuh satuan yang menjadi induk kapal perang, yaitu Satuan Kapal Eskorta (Satkor), Satuan Kapal Cepat (Satkat), Satuan Kapal Patroli (Satrol), Satuan Kapal Ranjau (Satran), Satuan Kapal Selam (Satsel), Satuan Kapal Amfibi (Satfib), dan Satuan Kapal Bantu (Satban).